Sekulerisme, Penghianat Bangsa

"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya", begitulah bunyi kalimat yang di utarakan oleh Presiden pertama Indonesia Soekarno pada pidato hari pahlawan 10 November 1961. Dalam perkataan Presiden Soekarno ini mengandung makna bahwasanya kemerdekaan Indonesia tidak didapat begitu saja. Kemerdekaan Indonesia ini digapai dengan tumpah darah para pahlawan, ada yang syahid (red: gugur), dan ada yang dimuliakan untuk melanjutkan perjuangan kemerdekaan. Perkataan ini menyiratkan bahwa kemerdekaan yang diperjuangkan oleh para mujahid (red: pahlawan) bukan tanpa tujuan, dan juga kemerdekaan yang diperjuangkan bukanlah tujuan akhirnya. Ada visi kehidupan yang jauh lebih mulia yang di inginkan oleh para pejuang yang memekikkan kemerdekaan dengan takbir. Pada pembukaan UUD 1945 kemerdekaan itu dinyatakan dengan "atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa". Sehingga kemerdekaan itu di isi dengan dasar ketuhanan yang Maha Esa (Tauhid) seperti yang tertuang dalam pancasila. Maka ketika kemerdekaan itu di isi dengan memisahkan Islam dari kehidupan bernegara maka maka itu adalah penghianat jasa para pahlawan.
"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya". Tapi sosok pahlawan yang sedari mengenyam pendidikan sekolah dasar seolah "disembunyikan" identitasnya, sehingga para penerus bangsa ini tidak begitu mengenal siapa sosok pahlawan yang akan dihargai jasanya, dilanjutkan perjuangannya. Generasi penerus bangsa ini tidak mengenal seperti apa kepribadian pahlawan yang telah bersimbah darah memperjuangkan kemerdekaan NKRI. Maka pemuda hari ini lebih tertarik mendengar nama seperti 'Christian Ronaldo' dibanding dengan Bung Tomo. Sejak di Sekolah Dasar pengenalan pahlawan hanya sedikit sekali dan tidak mencukupi untuk menanamkan "Identitas Bangsa" pada generasi muda Indonesia. Kita tidak diperkenalkan semangat apa yang dimiliki oleh para pahlawan sehingga dengan gagah beraninya menyerang senjata "Eropa" yang sudah canggih dengan senjata bambu runcing. Kita tidak dibuat mengerti keberanian seperti apa yang dimiliki oleh para pahlawan sehingga tidak gentar menghadapi kematian. Mereka, para pahlawan Indonesia memperjuangkan kemerdekaan atas kalimat 'Takbir". Bagi mereka perlawanan itu adalah jihad, bukankah ini ajaran agama Islam? Maka ketika kemerdekaan itu diisi dengan memisahkan agama dari pemerintahan, maka inilah "Penghianat Jasa Para Pahlawan"
"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya". Namun pada hari ini para penghianat jasa para pahlawan (red: sekularis) mencoba melakukan penguburan jasa para pahlawan. Kaum sekularis dengan wacana sekularisme yang mereka inginkan terhadap Indonesia itu adalah bertentangan dengan semangat perjuangan para pahlawan yang memerdekakan bangsa dengan pekikan "Takbir". Sedangkan kalimat takbir yang menjadi penyemangat para pahlawan tentu itu bukan pekikan manusia yang berlepas diri dari agama, melainkan dengan agama (Islam) lah semangat itu dimulai yang sekaligus menjadi tujuannya.
Dalam sejarah kepahlawanan negeri ini, kita mengenal nama-nama seperti KH Hasyim Asyari, KH Ahmad Dahlan, Pangeran Diponegoro, KH Agus Salim, Bung Tomo, Jenderal Soedirman. Mereka adalah ulama yang memperjuangkan kemerdekaan dengan nilai-nilai Islam. Mereka adalah jenderal dan pemimpin perang dengan pekikan "Takbir" dalam perjuangannya. Lalu dengan serta merta hari ini kemerdekaan itu diisi dengan memisahkan agama (Islam) dengan negara, memisahkan Islam dengan politik atau dalam kehidupan publik lainnya? Inilah yang di sebut "Penghianat Jasa Para Pahlawan.
Dalam mengsisi kemerdekaan tidak terlepas dari tujuan para pendiri bangsa, syuhada yang telah mengorbankan nyawanya. Para syuhada dan pejuang (Mujahidin) yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia dalam diri mereka terdapat semangat yang harus diwariskan sebagai identitas bangsa. Semua hal tersebut akan mustahil sama sekali jika penerus bangsa ini terus dibutakan dengan sosok-sosok pahlawan mereka yang ulama, cendekiawan muslim, panglima dengan semangat jihad yang berjuang dengan semangat "laa ilaaha illallah". Maka ketika kaum sekuler-liberal memaksakan wacana dengan paham sekularisme-liberalisme di Indonesia, itu bertentangan dengan semangat para pahlawan yang telah memperjuangkan negeri ini. (serambiminang.com)

Komentar

Postingan Populer