Tak Berperisa Cinta
Tak
Berperisa Cinta
Perkenalkan, aku
ini observer boy! Pemerhati cinta di negeri tak berkeadilan bertuan ini. Aku
juga prihatin pada pada tanah bumi pertiwi ini. Cintanya satu persatu di ambil
oleh dunsanaknya tuan raja disenayan, katanya itu pamannya. Aku sering
perhatikan dari perjalanan-perjalanan cinta yang satu persatu dijualny,
digadaikannya, bahkan dicampakkannya. Banyak
yang sudah kulalui sebelum sampai kejalan ini, takdirku saat ini, aku tak bisa jua menceritakan
detailnya, karena itu tentu tidak mewakili yang kusebut takdir. Aku
melewati lembah kelam kebobrokan peradaban zaman ini, mungkin kau mengerti boy, bagaimana larut dalam hedon pergaulan yang dimonopoli oleh
percontohan-percontohan pergaulan tanpa batas ala paman sam dan juga paman-paman yang lain. Satu saja dulu. Dari kecil anak-anak ibu pertiwi
dibesarkannya lewat televisi, dirusaknya pula budaya tanah surga ini. Tapi
tuan-tuan yang kami pilih duduk di senayan malah manggut-manggut dengan mereka.
Aku tak tau apa yang dikasih paman sam sama mereka. Hari ini anak-anak kecil
sudah biasa mendengar perzinaan di tv-tv, bagi mereka tidak asing lagi kasus
perkosaan dan pembunuhan di siaran kriminal bahkan koran. Mereka setiap hari
disuguhi pendidikan mengikuti nafsu, materialisme tak bertuhan tak beragama dari
tayangan-tanyangan televisi mulai dari sinetron-sinetron, acara anak-anakpun
diselipkan kekerasan-kekerasan. Bahkan
ada tayangan kartun “shin-chun” bukan nama asli menggambarkan anak kecil
yang pemikirannya sangat porno boy!. Ini pendidikan yang di izinkan oleh
pemerintah ini. Pemerintah negeri tak berkeadilan bertuan, wajah tuan yang
menjadi raja di istana negara ini polos sekali, sangat merakyat. Tapi anak-anak
pertiwi ini tak berharga sekali dibuatnya. Anak-anak pertiwi ini hanya ingin
bilang “bapak jangan begitu..” hanya saja bahasa yang digunakan sesuai kelas
pendidikan nya, tentu saja agak kasar, karena budaya dan tempat tinggalnya
berbeda. Tapi tuan yang mengaku raja negeri ini dengan wajah polosnya
mencampakkan dia kepenjara. Ini gak masuk akal boy, negeri ini dipimpin oleh
manusia yang tidak lapang dadanya pada semut-semut hitam dibawah kangkangan
selangkangnya.
Mungkin karena kangkangannya terlalu mengngangkang, dagunya
terlalu diangkat kelangit, atau matanya tertutup tangan-tangan bosnya. Hah???
Boss??? Dia kan raja di negeri ini?? Lalu kok ada bos??. Lalu kok raja?? Bukan
presiden?? Raja kalo ngambil keputusan gak perlu pertimabangan sana-sini dia
tinggal putusin aja, gak usah mikir. Dia Cuma perlu menengadah ke langit lalu
tanya pada paman sam dan paman-paman nya yang lain, lalu tiba-tiba semut hitam
berduyun-duyun menangisi rajanya. Mereka lahir dan bekerja diatas bumi pertiwi
itu bertahun-tahun. Nenek moyang mereka hidup dan dikurburkan disana. Bahkan
nenek moyang mereka yang sudah terlalu lama terkubur dibumi ini sudah menjadi
fosil lalu menjadi minyak mentah didalam perut bumi, yang dibumi itu
berkeliaranlah penduduk bumi pertiwi. Lalu minyak yang berasal dari
tulang-tulang dan fosil nenek moyang mereka, yang berasal dari bumi yang mereka
pijaki, dengan angkuhnya diambil oleh penguasa negeri ini, bukan orang sini
boy, tapi orang-orang yang rumahnya jauh disana. Tapi kepala tuan raja diraja
negeri ini dikepit dibawah ketiaknya, dibawah ketiak paman sam dan
paman-pamannya yang lain. Cintanya pada bumi pertiwi ini dijualnya entah pada
siapa. Atau dia memang tak punya cinta, karena mustahil rasanya jika di
inap-inapkan orang yang mencinta akan menjual kebahagiaan orang-orang yang
dicintainya. Mungkin dia punya cinta, tapi untuk perut dan nafsunya. Orang yang
mencinta tentu tak mungkin banyak bicara, yang menjanji sejuta bahagia, tak
satupun lakunya yang membuktikannya. Kecuali kalau media membuat rekayasa dia
pergi ke desa-desa, banda-banda , dalam got-got. Tapi kalau yang itu kita
sama-sama mengerti sajalah, setiap orang yang suka mengambil foto-foto dirinya
akan pergi ke lokasi yang dia anggap itu bagus. Liat saja tak desa yang menjadi
sejahtera setelah ia kunjungi, tak ada banda-banda dangot-got yang berubah
setelah ia kunjungi. Tak ada pasar-pasar yang meningkat kualitasnya setelah di
jalan-jalan disana. Tak ada apa-apa melainkannya gambar-gambarnya saja yang
dipoles-poles yang namanya media lalu melongolah rakyat-rakyat yang mau
dimelongoinya. Sedih memang tapi inilah kenyataanya. Di istana tak berperisa
cinta
Komentar
Posting Komentar