Tren Pluralisme ( bagian 2 ) – Tren Teologi Global


T
ren teologi global dipelopori oleh dua nama besar, Wilfred Cantwell Smith dan John Hick. Smith adalah pemikir yang berkesimpulan bahwa agamalah yang memecah-belah manusia menjadi sekte-sekte dan kelompok-kelompok agama yang bermacam-macam dan berbeda-beda, bahkan saling bertentangan dan berseberangan, tidak hanya antar agama tapi juga dalam agama yang sama. Tidak hanya sampai disitu, smith pun menegaskan penolakannya pada istilah “religion” karena begitu sulitnya istilah ini didefenisikan.1

...i have found my self pushed to dropping the word ‘religion’ as concrete noun altogether, and also terms such as ‘hinduism’ and ‘christianity’, since i find nothing on earth, or in heaven, that will consistently answer to those names; and have argued at length that modern awareness requires – and rewards – dropping them.2

..”saya terpakasa meninggalkan kata ‘agama’ sebagai kata benda yang kukuh secara keseluruhannya, demikian juga istilah-istilah seperti ‘hinduisme’ dan ‘kekristenan’, karena saya tidak menemukan satupun keterangan di bumi, atau di langit, yang telah menegaskan secara panjang lebar bahwa kesadaran modern menuntut dan mengajarkan kita untuk meninggalkannya.)
John hick, pengikut setia smith, melanjutkan pemikirannya dengan perspektif yang mirip. Hick sampai pada kesimpulan bahwa pemahaman religion-centredness (berpusat pada agama) perlu digantikan dengan god-centeredness (berpusat pada tuhan). Menurut Hick agama-agama yang ada sebenarnya menyembah tuhan yang sama, namun melihat dari jarak dan perspektif yang berbeda, sebagaimana planet dalam tata surya mengitari bintang yang sama dengan orbit yang berbeda-beda. Pada akhirnya, menurut Hick, dengan mengatasi segala keterbatasan informasi dan komunikasi, agama-agama itu akan bergerak ke arah yang konvergen, meskipun tak akan pernah benar-benar melebur. Dengan demikian agama kristen pada masa depan akan dipengaruhi oleh hindu, begitu juga sebaliknya. Masing-masing agama akan saling mempengaruhi dan dipengaruhi, termasuk juga dengan peradaban sekuler. Pada akhirnya, menurut ramalan Hick, akan terbentuk sebuah Teologi Global (Global Teology)3.
Pemahaman ini terbantahkan oleh pernyataan Abu Syamil Basayef4, dalam bukunya Jaringan Insan Lancang (studi kritis terhadap JIL dan Fiqh Lintas Agama Paramadina). Syamil Basayef mengatakan bahwa ini (pluralisme) adalah benar-benar kebodohan yang tiada taranya. Hali ini ditinjaunya dari nama agama, tempat ibadah, yang disembah, dari segi kerasulan dan tata cara ibadah. Ini adalah lima pokok agama yang tidak bisa disamakan dengan agama-agama yang lain. Hal yang sangat tidak masuk akal jika mengatakan bahwa setiap agama menyembah Tuhan yang sama. Padahal dari segi yang disembah sudah sangat jauh berbeda dan sangat bertentangan. Dan pernyataan Hick juga tidak memiliki alasan yang kuat untuk pernyataan tersebut.
Pemikiran Hick tidak memiliki titik temu dalam ajaran islam, bahkan Allah tidak menurunkan ketentuan yang menghalalkan menyembah kepada selainya.
Dan mereka menyembah selain Allah, apa yang Allah tidak menurunkan keterangan tentang itu, dan apa yang mereka sendiri tiada mempunyai pengetahuan terhadapnya. Dan bagi orang-orang yang zalim sekali-kali tidak ada seorang penolongpun. (QS: Al-Hajj Ayat: 71)
Padahal Allah tidak menganggap semua agama sama, dan tidak semua agama yang diterima disisi Allah.
“sesungguhnya agama yang diridhoi di sisi Allah adalah Islam.....”(Ali Imran ayat 19)
“barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka tidak akan diterima. Dan kelak di akhirat dia akan menjadi orang-orang yang paling merugi” (Ali Imran ayat 85).


Rujukan
[1, 2 ,3] *Akmal Sjafril, Islam Liberal 101
[4] *Abu Syamil Basayef, JIL (jaringan insan lancang), Studi kritis terhadap JIL dan Fiqh Lintas Agama Paramadina.

Komentar

Postingan Populer