Refleksi: Serangkaian Skenario Melemahkan Ummat Islam

Refleksi: Serangkaian Skenario Melemahkan Ummat Islam
Oleh: Andri Oktavianas

          Toleransi, Radikal, Teroris, Ekstremis, Fanatik dll adalah isu yang masih kuat dan akan terus bergeming dalam rangka penyerangan dan penggiringan opini publik terhadap Islam. Isu yang mulai menjadi raksasa paska kejadian 9/11 2001  ini masih menjadi senjata andalan, bahkan senjata utama dalam penyerangan-penyerangan pemikiran terhadap umat Islam. Berbagai cara dan strategi dilakukan oleh musuh-musuh islam (diluar dan ‘mengaku’ Islam). Dari awal 2015, mulai kasus dari daerah Minangkabau (SUMBAR), yaitu kriminalisasi da’I ustadz Farhan dan Ibu maya yang dituduh (sampai sekarang pelapor belum diketahui) melakukan islamisasi terhadap anak-anak yang belum masuk usia dewasa, dan kasus ini terbukti bahwa Farhan dan Maya tidak bersalah. Isu terorime yang tidak henti-hentinya, bahkan peliputan penangkapan ‘terduga’ teroris dibuat seperti reality show oleh salah satu media TV mainstrem nasional. Rancangan penghilangan kolom agama di KTP, tindakan diskriminatif terhadap pemuda yang ditangkap polisi karena memakai baju TAUHID lalu Putri Indonesia terbaru  yang memakai baju lambang palu arit (red: PKI) bisa berseloroh di stasiun TV swasta nasional. Sampai kasus terbaru pembacaan al-quran dengan langgam jawa yang katanya melestarikan budaya nusantara, dan dosen (tokoh liberal) yang membuat statement yang melecehkan agama di akun twiter pribadinya. Kasus-kasus ini tidak berlalu begitu saja melainkan media ikut campur dalam menggiring opini publik, baik yang menyudutkan Islam, ataupun yang membela walaupun skalanya kecil. Tidak hanya itu kebijakan-kebijakan dan sikap pemerintah juga tak kalah ambil andil dalam hal ini, dan masih banyak oknum lain. Kasus-kasus seperti ini bukanlah kasus yang baru, meskipun ini terkesan baru karena selalu ada saja orang baru yang mengambil posisi ini.
Satu hal yang perlu digaris bawahi disini adalah, apakah tujuan dari kasus-kasus seperti ini? Secara logika tentu kita bisa saja merasa aman dengan kasus-kasus yang menyudutkan Islam seperti ini karena Indonesia yang notebenenya mayoritas beragama Islam. Tapi pada kenyatannya Islam lah yang terus-terusan menjadi korban dan bulan-bulanan para musuh-musuh Islam dinegeri ini, tidak hanya dari luar islam tapi juga yang mengaku ‘Islam’ (red: JIL). Lantas apa tujuan dari semua serangan yang berkepanjangan ini? Tidak lain tidak bukan adalah untuk melemahkan nilai ke Islaman itu sendiri pada seorang Muslim sampai pada akhirnya umat muslim meninggalkan nilai ke Islamnnya dan membuat stigma negatif tentang Islam. “Tidak akan senang kaum yahudi dan nashrani kepadamu hingga engkau mengikuti millah mereka….”(QS. Al Baqoroh 2: 120). Bisa dilihat betapa besar gelombang isu yang bermunculan dalam rangka penyerangan terhadap Islam (red: pemikiran). Umat islam dibuat lemah dan tidak memiliki kekuatan dalam keyakinan mereka (Iman) sedangkan yang menyerang adalah orang-orang yang berpegang teguh kepada “sekularisme, pluralisme, dan liberalisme”. Maka pada hari ini lihat saja wabah penyakit SEPILIS (sekularisme, pluralisme, dan liberalisme) menyebar ditengah-tengah masyarakat, tanpa mengetahui kalau hal tersebut adalah buah pemikiran barat. Harga diri seorang Muslim perlahan mulai tergores dan terus dipaksa mengikuti standar kehidupan barat (lihat pergeseran tatanan nilai dan budaya bangsa) bahkan standar yang dipakai untuk melemahkan Islam adalah buatan barat seperti HAM, demokrasi dll. Sebagai contoh: apakah label-label terhadap Islam seperti ekstremis, fanatis, radikal, fundamentalis itu lahir dari dalam Islam ? sampai karatan hal tersebut tidak akan ditemukan dalam Islam. Istilah-istilah ini merupakan peranakan barat, dan menyebar luas setelah tragedi 9/11.
Salah satunya seperti laporan DEPLU AS , hyperlink “http://www.state.gov’’ dengan menggunakan jargon-jargon moralis(seperti menegakkan HAM dan demokrasi). Ini laporan HAM versi AS tentang FPI pada tahun 2002: “during the year, Islamic EXTREMISTS attacked a number of a nightclubs, ostensibly to punish them for TOLERATING or promoting vice. The Islam Defenders Front (FPI) in jakarta carried out many such attacks, during which prostitues sometimes were assaulted. ...”
      Lihatlah begitu pedulinya pemerintahan AS terhadap FPI, lihat istilah yang digunakan untuk FPI : extremists. Laskar jihad pun tak luput dari label-label bernuansa negatif seperti ini: “on may 2000, thousands of members of the java-based Islamic extremists group laskar jihad (LJ) arrived in the moluccas to fight alongside fellow Muslims, escalating the violence to a new level. Scholar said LJ polarized many citizens along religious lines and reserved a conflict in which the christians previously had had the upper hand. By the end of 2001, interreligious fighting in the Moluccas had killed thousands of person and disaplaced hundreds of thousands.”

Ini adalah beberapa contoh pemberian label dari AS, masih ada Majelis Mujahidin yang menjadi korbannya. Dalam pelabelan ini senantiasa Islam dibenturkan dengan HAM, Toleransi dan kebebasan (red: demkrasi). Hal ini lah yang juga diikuti oleh musuh-musuh Islam di Indonesia (termasuk kaum Liberal).  Orang-orang yang memiliki pandangan buruk tentang Islam dan senantiasa membuat perlawanan baik secara terang-terangan atau yang sembunyi-sembunyi (red: musuh Islam) akan terus merongrong agama ini. Mereka bisa saja mengatas namakan diri mereka dari organisasi Islam negeri ini (red: penyusup), namun tetap saja kebenaran bukanlah hal yang senantiasa melekat pada diri manusia, melainkan manusialah yang semestinya senantiasa mendekatkan diri pada kebenaran tersebut. Masyarakat sering kali terjebak dalam permainan “False Flag Operation”(Operasi bendera Palsu). Yaitu ketika mereka (musuh-musuh Islam) menjadikan diri mereka sebagai korban, lalu mereka muncul sebagai orang yang wajib dibela.

       Perlu disadari ini barulah awal pertengahan tahun 2015, dan akan ada kasus dan permasalahan lain yang akan menyerang umat Islam. Kita mesti menyadari akan kemerosotan yang terjadi dalam peradaban Islam dan adanya penilaian orientalis tentang Islam yang tidak maju/modern. Umer Chapra mengatakan  dikarenakan adanya dorongan Islam terhadap masyarakat untuk maju, maka muncul justifikasi untuk menimbulkan kesalahan pula terhadap Islam atas segala kemunduran yang terjadi kemudian. Pernyataan ini menyiratkan bahwa Islam telah membawa kemajuan terhadap umat manusia, dan ketika umat manusia mundur ketika berlepas diri dari Islam, maka apakah islam yang salah atau umat manusia itu sendiri?

       Dan terakhir untuk jawaban terhadap segala kebijakan pemerintah, kepada kaum SEPILIS dan Orientalis pribumi, serta yang senantiasa sejati memusuhi Umat Islam. Pernyataan Mohammat Natsir ini masih bisa di lantangkan sebagai suara ketegasan dan keteguhan umat Muslim:
“hanya satu saja permintaan kami: Isyhaduu bi anna muslimuun. Saksikanlah and akuilah bahwa kami adalah muslim. Yakni orang-orang yang sudah memeluk agama Islam. Orang-orang yang sudah mempunyai identitas-identitas Islam. Jangan identitas kami saudara ganggu, jangan kita ganggu mengganggu soal agama ini. Kami ummat tidak apriori menganggap musuh terhadap orang-orang yang bukan Islam. Tetapi tegas pula Allah SWT melarang kami bersahabat dengan orang-orang yang mengganggu agama kami, agama Islam. Malah kami akan dianggap zhalim bila berbuat demikian (almumtahinah).. kalaulah ada sesuatu harta yang kami cintai dari segala-galanya itu ialah agama dan keimanan kami. Itulah yang hendak kami wariskan kepada anak cucu danketurunan kami. Jangan tuan-tuan coba pula memotong tali warisan ini.”

Komentar

Postingan Populer